Aug 9, 2007

Prosedur Mengajukan Gugatan Perceraian di Pengadilan Agama

Bila Anda (pihak Istri)merasa bahwa perkawinan Anda tidak dapat dipertahankan lagi dan memutuskan untuk bercerai, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mengajukan Gugatan Perceraian. Bagi yang beragama Islam, gugatan ini dapat diajukan di Pengadilan Agama (Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum PP No 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan).


1. Dimana Gugatan Diajukan?

Bila anda yang mengajukan gugatan perceraian, berarti anda adalah pihak Penggugat dan suami adalah Tergugat. Untuk mengajukan gugatan perceraian, anda atau kuasa hukum anda (bila anda menggunakan kuasa hukum) mendatangi Pengadilan Agama (PA) di wilayah tempat tinggal anda. Bila anda tinggal di Luar Negeri, gugatan diajukan di PA wilayah tempat tinggal suami. Bila anda dan suami anda tinggal di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama di wilayah tempat anda berdua menikah dulu, atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 UU No 7/89 tentang Peradilan Agama)


2. Alasan dalam Gugatan Perceraian

Alasan yang dapat dijadikan dasar gugatan perceraian anda di Pengadilan Agama antara lain:

a. Suami berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya;
b. Suami meninggalkan anda selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ada ijin atau alasan yang jelas dan benar, artinya: suami dengan sadar dan sengaja meninggalkan anda;
c. Suami dihukum penjara selama (lima) 5 tahun atau lebih setelah perkawinan dilangsungkan;
d. Suami bertindak kejam dan suka menganiaya anda;
e. Suami tak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami karena cacat badan atau penyakit yang dideritanya;
f. Terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus tanpa kemungkinan untuk rukun kembali;
g. Suami melanggar taklik-talak yang dia ucapkan saat ijab-kabul;
h. Suami beralih agama atau murtad yang mengakibatkan ketidaakharmonisan dalam keluarga.

(Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 19 PP No 9 tahun 1975)


3. Saksi dan Bukti

Anda atau kuasa hukum anda wajib membuktikan di pengadilan kebenaran dari alasan-alasan tersebut dengan:

1. Salinan Putusan Pengadilan, jika alasan yang dipakai adalah suami mendapat hukuman 5 (lima tahun) atau lebih (pasal 74 UU No. 7/1989 jo KHI pasal 135).
2. Bukti hasil pemeriksaan dokter atas perintah dari pengadilan, bila alasan Anda adalah suami mendapat cacat badan atau penyakit yang menyebabkan tak mampu memenuhi kewajibannya (pasal 75 UU 7/1989)
3. Keterangan dari saksi-saksi, baik yang berasal dari keluarga atau orang-orang dekat yang mengetahui terjadinya pertengkaran antara anda dengan suami anda (pasal 76 UU 7/1989 jo pasal 134 KHI).


4. Surat-surat yang Harus Anda siapkan

* Surat Nikah asli
* Foto kopi Surat Nikah 2 (dua) lembar, masing-masing dibubuhi materai, kemudian dilegalisir
* Foto kopi Akte Kelahiran anak-anak (bila punya anak), dibubuhi materai, juga dilegalisir
* Foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) terbaru Penggugat (istri)
* Fotokopi Kartu Keluarga (KK)

Bila bersamaan dengan gugatan perceraian diajukan pula gugatan terhadap harta bersama, maka perlu disiapkan bukti-bukti kepemilikannya seperti sertifikat tanah (bila atas nama penggugat/pemohon), BPKB (Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor)/STNK(Surat Tanda Nomor Kendaraan) untuk kendaraan bermotor, kwitansi, surat jual-beli, dll.

Untuk itu, sangat penting untuk menyimpan surat-surat berharga yang anda miliki dalam tempat yang aman.


5. Isi Surat Gugatan

1. Identitas para pihak (Penggugat/Tergugat) atau persona standi in judicio, terdiri dari nama suami dan istri (beserta bin/binti), umur, tempat tinggal, hal ini diatur dalam pasal 67 (a) UU No. 7/1989. Identitas para pihak ini juga disertai dengan informasi tentang agama, pekerjaan dan status kewarganegaraan
2. Posita (dasar atau alasan gugat), disebut juga Fundamentum Petendi, berisi keterangan berupa kronologis (urutan peristiwa) sejak mulai perkawinan anda dengan suami anda dilangsungkan, peristiwa hukum yang ada (misalnya: lahirnya anak-anak), hingga munculnya ketidakcocokan antara anda dan suami yang mendorong terjadinya perceraian, dengan alasan-alasan yang diajukan dan uraiannya yang kemudian menjadi dasar tuntutan (petitum). Contoh posita misalnya:

* Bahwa pada tanggal…telah dilangsungkan perkawinan antara penggugat dan tergugat di…
* Bahwa dari perkawinan itu telah lahir …(jumlah) anak bernama…, lahir di…pada tanggal…
* Bahwa selama perkawinan antara penggugat dan tergugat sering sering terjadi perselisihan dan pertengkaran sebagai berikut…
* Bahwa berdasarkan alasan di atas cukup bagi penggugat mengajukan gugatan perceraian…dst

3. Petitum
(tuntutan hukum), yaitu tuntutan yang diminta oleh Istri sebagai Penggugat agar dikabulkan oleh hakim (pasal 31 PP No 9/1975, Pasal 130 HIR).

Bentuk tuntutan itu misalnya:

1. Menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan perkawinan antara penggugat dan tergugat …sah putus karena perceraian sejak dijatuhkannya putusan oleh hakim;
3. Menyatakan pihak penggugat berhak atas hak pemeliharaan anak dan berhak atas nafkah dari tergugat terhitung sejak tanggal...sebesar Rp....per bulan sampai penggugat menikah lagi;
4. Mewajibkan pihak tergugat membayar biaya pemeliharaan (jika anak belum dewasa) terhitung sejak....sebesar Rp....per bulan sampai anak mandiri/dewasa;
5. Menyatakan bahwa harta berupa....yang merupakan harta bersama (gono-gini) menjadi hak penggugat...
6. Menghukum penggugat membayar biaya perkara…dst


6. Gugatan Provisional (pasal 77 dan 78 UU No.7/89)

Sebelum putusan akhir dijatuhkan hakim, dapat diajukan pula gugatan provisional di Pengadilan Agama untuk masalah yang perlu kepastian segera, misalnya:

1. Memberikan ijin kepada istri untuk tinggal terpisah dengan suami.
2. Ijin dapat diberikan untuk mencegah bahaya yang mungkin timbul jika suami-istri yang bertikai tinggal serumah.
3. Menentukan biaya hidup/nafkah bagi istri dan anak-anak yang seharusnya diberikan oleh suami;
4. Menentukan hal-hal lain yang diperlukan untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak;
5. Menentukan hal-hal yang perlu bagi terpeliharanya barang-barang yang menjadi harta bersama (gono-gini) atau barang-barang yang merupakan harta bawaan masing-masing pihak sebelum perkawinan dahulu.

BILA ANDA MASIH RAGU-RAGU KETIKA MENYUSUN GUGATAN PERCERAIAN, ANDA DAPAT BERKONSULTASI DENGAN SALAH SEORANG PENGACARA DI LEMBAGA-LEMBAGA BANTUAN HUKUM YANG ADA.

(sumber:http://www.lbh-apik.or.id/fact-47.htm)

Ketika Perceraian Terjadi ...

Putusnya suatu hubungan pernikahan tidak berarti berakhirnya hubungan antara Anda dan mantan, tetapi justru merupakan awal dari suatu hubungan yang baru dan bahkan sering merupakan proses yang menyakitkan atas pemulihan suatu hubungan.

Bersama-sama mantan, Anda harus mengurus perceraian, mengikuti konsultasi, dan hubungan yang tadinya merupakan hubungan suami-istri berubah menjadi pertemanan serta partner yang sama-sama mempunyai kepentingan dan tanggung jawab terhadap anak-anak.

Jelas, semua ini proses ini membutuhkan waktu. Umumnya, ada 4 tahapan yang akan Anda hadapi, yang bisa berlangsung secara terpisah ataupun bersamaan.

1. Tahap Berkabung

Pada masa ini salah satu atau kedua duanya merasakan sakitnya perceraian yang terjadi dengan tingkatan yang bervariasi. Ada perasaaan kehilangan, sedih, yang diikuti dengan perasaan sakit hati, marah, atau rasa bersalah. Bisa juga muncul hasrat yang kuat untuk melemparkan kesalahan, perasaan "seri", atau menghukum pasangannya.

Perasaan-perasaan ini wajar saja walaupun dapat membuat takut dan marah pada orang yang menjadi sasaran. Tahapan ini tidak dapat lewat begitu saja. Biarkan diri Anda mengungkapkan semua perasaan pada saat konseling dengan penasihat perkawinan atau psikolog. Bila Anda yang menjadi sasaran dari perasaan-perasaan ini, bantu dengan cara menjadi pendengar yang baik bagi anak-anak Anda dan menolong mereka mengatasi permasalahannya. Sangat penting untuk meyakinkan anak-anak bahwa perasaan-perasaan yang disebutkan di atas bukan ditujukan kepada mereka dan tidak mempengaruhi hubungan mereka dengan kedua orang tuanya.

2. Tahap Ketergantungan

Pada tahapan ini, emosi yang tadinya begitu kuat, meledak-ledak, dapat mereda. Di sisi lain, kebutuhan akan berbagai macam jenis dukungan seperti keuangan, emosional, bantuan akan masalah sehari-hari, dapat tetap berlangsung. Kebiasaan ketergantungan jangka panjang pada masing-masing pasangan untuk meminta bantuan dan sebagai sahabat dapat berlangsung tanpa batasan waktu. Ketergantungan ini dapat bersifat positif dan sehat bila tidak ada masalah dalam proses pengembangan pribadi atau beban pada masing-masing pihak. Bila hal ini berlangsung, pihak yang merasa dibebani harus dapat lebih tegas mengungkapkan kebutuhannya sendiri. Pihak yang merasa sangat bergantung sebaiknya mencari cara lain untuk mendapatkan dukungan melalui konseling.

3. Tahap membentuk Identitas Baru

Setiap pasangan dalam suatu perkawinan mendasari sebagian identitasnya pada hubungan perkawinan untuk kurun waktu tertentu. Pada saat perkawinan berakhir, diperlukan waktu untuk membentuk kembali suatu identitas baru sebagai single parent. Penemuan kembali jati diri sering merupakan proses yang menyakitkan. Hal ini melibatkan berbagai masalah baru seperti tinggal di rumah baru, mengembangkan minat dan kegiatan baru, serta menjalin persahabatan dengan teman-teman baru. Selama masa ini, yang terbaik adalah menjalin persahabatan dengan teman lama dan keluarga yang dapat dipercaya untuk mendapatkan dukungan moral.

4. Tahapan Akhir

Disebut pula tahapan integrasi. Hal ini merupakan hasil akhir yang diinginkan dari proses menata kembali segalanya dari awal. Setiap pihak merasa nyaman dengan terbentuknya kembali identitas baru sebagai single parent. (Bila ada hubungan baru yang terjalin, maka pihak yang bersangkutan merasa bebas untuk menyatakannya tanpa rasa bersalah ataupun marah). Akan muncul rasa kemampuan yang baru dalam mengatasi masalah keseharian dan masalah kesejahteraan pribadi. Setiap orang selalu melihat dirinya sebagai individu yang bisa bertahan dengan segala kelebihan dan kekurangannya serta merasa lebih diterima oleh mantannya. Persahabatan dapat berkembang dengan didasari oleh pengertian yang realistis, saling menghargai masing-masing pihak sebagai individu, dan pada minat serta tanggung jawab yang umum, terutama sebagai mitra untuk anak-anak.

YANG PENTING DIINGAT

* Konsultasi dengan ahlinya dapat membantu Anda mempercepat proses menata ulang kmbali kehidupan. Caranya, ya, dengan menyadari dan menerima perasaan-perasaan Anda dan dengan tetap menjaga komunikasi yang terbuka dengan mantan, anak-anak, sahabat, dan keluarga yang dapat dipercaya.
* Perceraian yang sehat dan positif merupakan suatu usaha timbal balik yang aktif. Masing-masing pihak harus mempunyai pandangan yang sama atas kesimpulan perceraian serta pengalaman perkawinan. Diperlukan penyelesaian rasa emosional dan spiritual. Yang terbaik adalah melepaskan segala perasaan marah, menyalahkan, bersalah, ataupun kegagalan. Tujuannya adalah untuk menciptakan peningkatan pengertian diri sendiri, kemampuan untuk membentuk suatu hubungan yang sehat dan rasa percaya diri. (Tabloid Nova)
(sumber :http://www.kompas.com/kesehatan/news/0601/13/141136.htm)

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails