Jun 8, 2012

Yang Harus Diperhatikan Saat Memutuskan Bercerai & Jadi Single Mom

Jakarta - Bercerai tentu bukan hal yang diinginkan siapapun. Tapi ketika sudah menjadi pilihan yang memang tidak bisa dihindarkan, ada hal yang harus dipersiapkan atau diperhatikan. Wolipop berbincang dengan tiga penulis buku The Single Moms, Budiana Indrastuti, Mia Amalia, Ainun Chomsun. Ketiganya berbagi kisah sedih, haru dan membahagiakan selama menjalani hidup sebagai single mom dalam buku yang sudah dirilis tersebut. Budiana atau yang akrab disapa Dian, Mia dan Ainun berbagi cerita pada wolipop apa yang dulu mereka lakukan ketika mau tidak mau harus menjalani hidup sebagai orangtua tunggal. Menurut Ainun yang paling penting untuk dipersiapkan adalah mental.

"Buat saya yang paling penting (dipersiapkan-red) mental. Ketika saya lagi marah-marahnya, marah aja terus. Sampai mentalnya lebih baik, baru kita bisa lihat ooo jalannya begini. Soalnya kalau pas lagi jengkel, menurut saya harusnya dipikir ulang karena cerai belum tentu jalan terbaik," urai wanita yang dikenal dengan nama pasarsapi di Twitter itu saat berbincang dengan wolipop di Reading Room, Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (6/6/2012).

Ketika mentalnya sudah lebih baik, Ainun mengatakan dia bisa melihat dengan lebih jernih. Ibu satu anak itu dapat memikirkan dan mempertimbangkan berbagai hal seperti tempat tinggal hingga urusan finansial.

Selain mental, dukungan keluarga menurutnya juga hal yang diperlukan wanita ketika memutuskan menjadi orangtua tunggal. "Mereka yang akhirnya mengganti sisi yang bolong. Kalau saya, ada ibu dan kakak saya. Backup itu sebaiknya harus ada entah saudara, teman," tuturnya.

Sementara Dian, dikatakannya, hal yang tidak boleh dilupakan single mom ketika memutuskan untuk berpisah dari pasangan adalah mengurus surat cerai. Terkadang karena tidak mau dibuat susah, wanita memilih melewati proses persidangan untuk mendapatkan surat 'sakti' tersebut.

"Surat cerai itu penting karena di sini perempuan masih dianggap nomer dua. Saya ngurus kredit rumah, mobil, paspor anak harus dengan surat cerai. Kenapa mesti harus ada surat cerai. Ternyata kalau wanita menikah pun harus ada persetujuan dari suami untuk mengambil kredit-kredit itu," jelas Dian yang juga menuliskan tentang pentingnya keberadaan surat cerai ini dalam buku 'The Single Mom'.

Menambahkan dua rekannya, menurut Mia yang juga tak kalah pentingnya adalah bicara pada anak, terutama jika usia mereka sudah cukup besar. "Kalau mental kan urusan sama diri sendiri. Kalau ngomong ke anak-anak, kita berhubungan sama orang lain. Untungnya tanpa perlu kita ngomong, kita nggak ada yang berubah, bapaknya bisa tetap datang," ujar ibu empat anak itu.

(eny/fer) sumber: http://wolipop.detik.com/read/2012/06/08/102046/1936045/857/ini-tantangan-terberat-yang-harus-dihadapi-single-mom

Tips Menghadapi Stigma Negatif untuk Para Wanita Bercerai

Jakarta - Stigma negatif kerap menempel pada seorang single mother. Tidak mampu mengurus suami dengan baik, mementingkan diri sendiri bahkan sering dicap terlalu menuntut suami sehingga jadi penyebab keretakan rumah tangga.
Dalam kasus perceraian, wanita memang seringkali dicap sebagai pihak yang lebih bersalah. Padahal, terjadinya keretakan rumah tangga datangnya dari kedua belah pihak. Anggapan negatif tentang single mom pun pernah mampir ke diri Ainun Chomsun. Ibu satu anak ini bahkan sempat menghindari pertemuan keluarga besarnya karena enggan melayani berondongan pertanyaan seputar penyebab perceraian dirinya dengan sang mantan suami.
"Di awal saya menghindari, tidak mau bergaul di titik yang tidak aman (lingkungan dengan stigma negatif). Stigma itu bikin energi saya habis untuk melayani mereka. Setelah dua tahun baru saya keluar, sudah mulai mau bergaul lebih banyak," ujar Ainun, saat berbincang dengan wolipop di The Reading Room, Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (6/6/2012).
Lalu, bagaimana Ainun menghadapi berbagai stigma negatif yang datang kepadanya? Menurut salah satu penulis buku 'The Single Moms' ini, seseorang tidak bisa mengontrol lingkungan agar berjalan seperti keinginannya. Untuk itu, manusia itu sendirilah yang harus pintar-pintar mengantisipasi keadaan yang mungkin terjadi.
"Lingkungan sesuatu yang tidak bisa dikontrol, tapi saya bisa memilih lingkungan mana yang bisa saya masuki," tegas Ainun.
Bagi para single mom di luar sana yang juga kerap mendapatkan stigma kurang enak didengar, Ainun menyarankan untuk tidak mempedulikannya. Tapi tentunya harus siap dengan keadaan terburuk yang mungkin terjadi.
"Kalau sudah siap hadapin saja. Kalau nggak siap, tinggalkan. Saya pernah dicap 'sepa'. Orang ngomong apa, saya tinggal. Risikonya saya dicap orang yang tidak ramah," tuturnya.

Senada dengan Ainun, Mia Amalia yang juga seorang single mom pun memilih untuk tidak menggubris perkataan orang yang mungkin hanya tahu masalah di permukaannya saja. Untungnya, wanita yang mengaku suka 'ndableg' ini selalu mendapat dukungan dari ibunya. Sang ibu menegaskan, selama dia tidak menyakiti dan mengambil hak orang lain, tidak perlu mendengarkan omongan negatif dari sekitar.
"Mereka boleh bilang hidup saya gagal, tapi lihat deh anak-anak saya. Nggak penting mau ngomong apa, tapi lihat saja siapa yang lebih baik. Kadang (saya bersikap) masa bodo, kadang aku balikin. Happy dan nggak terlalu ambil pusing apa kata orang," ujar Mia.

Tak hanya ibu, stigma negatif juga bisa dialami anak. Seringkali anak yang berasal dari keluarga broken home merasa malu atau tidak percaya diri karena adanya ejekan atau pandangan negatif dari teman sebaya. Apakah benar anak yang dibesarkan orangtua tunggal lebih rentan terkena masalah psikologis dibandingkan yang keluarganya utuh?
Jawabannya tidak selalu. Psikolog Efnie Indrianie, M.Psi menjelaskan, anak yang mendapatkan cukup perhatian dari kedua orangtuanya meskipun sudah bercerai, kecil kemungkinan menjadi depresi, malu atau pendiam di lingkungan sekolah maupun pertemanan.
"Rata-rata anak yang cukup menerima perhatian dari orangtuanya, biasanya tidak akan bermasalah dengan komentar-komentar yang menyudutkan status keluarganya. Karena kebutuhan akan figur orangtua sudah terpenuhi," tutur Efnie, saat dihubungi wolipop, Kamis (7/5/2012).

Dia menjelaskan, yang membuat emosi seorang anak tidak stabil, adalah jika salah satu orangtua menjelekkan figur orangtua lainnya. Ketika harus bercerai dan hidup berpisah, orangtua harus sebisa mungkin menanamkan pandangan-pandangan positif. Baik itu tentang figur ayah dan ibu, keluarga lainnya maupun meyakinkan si anak kalau dia tetap akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang sama seperti sebelum orangtuanya bercerai.
Sumber:
http://wolipop.detik.com/read/2012/06/08/142213/1936343/857/tips-menghadapi-stigma-negatif-untuk-para-wanita-bercerai?w992201835

Do's & Don'ts Jadi Ibu yang Tak Bersuami

Jakarta - Menjalani hidup sebagai single mom tentu tidak mudah. Namun bukan berarti ketika jalan itu harus dipilih, wanita tak bisa melakukannya. Saat kehidupan menjadi orangtua tunggal itu harus dijalani, apa saja yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan? Berikut ini hasil perbincangan wolipop dengan penulis buku 'The Single Moms', Budiana Indrastuti, Mia Amalia dan Ainun Chomsun, di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (6/6/2012):  

1. Don'ts: Terpuruk Terlalu Lama 
Ainun mengatakan ketika memutuskan berpisah dari pasangan sudah pasti Anda akan merasa sangat terpuruk. "Boleh sih jatuh, tapi jangan terlalu lama. Ketika terpuruk lama, anak juga dalam proses terpuruk. Dia jadi bingung, aku ke siapa nih, bapak nggak ada, ibu nggak stabil, ini bahaya," jelas wanita yang dikenal dengan nama akun pasarsapi di Twitter itu.  

2. Don'ts: Menyalahkan Diri Sendiri 
Ketika sudah bercerai, biasanya wanita akan sibuk menyalahkan dirinya sendiri. Hal itupun diakui Ainun. Sebelum bertekad bulat berpisah, dia sudah melakukan hal tersebut. Namun perasaan itu tidak dibiarkannya berlarut-larut. "Jangan membuat keluarga kayak target. Kita selalu menganggap (perceraian) ini kegagalan, seakan-akan sebuah target yang tidak tercapai, gagal. Saya selalu menganggap ini pelajaran buat saya untuk menjadi orang yang bagaimana nantinya," tutur ibu seorang putri itu.

3. Don'ts: Menjadikan Anak Pion yang Harus Berpihak
Cukup banyak pasangan yang ketika bercerai membuat anak-anaknya terpaksa memilih di antara dua orang yang sama-sama mereka cintai. Hal inilah yang menurut Mia sebaiknya jangan dilakukan. "Siapapun yang salah, yang lebih penting anak-anak tidak ikut dalam pertarungan ini. Aku tidak mau anak-anak harus menjadi pion yang berpihak," ujar ibu empat anak itu.  

4. Don'ts: Menjelek-jelekkan Mantan Pasangan di Depan Anak 
Selain tidak ingin anaknya menjadi pion yang harus berpihak pada salah satu orangtuanya, Mia juga berusaha untuk tak menjelek-jelekkan mantan suaminya kepada anak-anak. "Orangtua, ibu dan bapak harus tetap jadi sosok yang baik dibanggakan. Aku sudah wanti-wanti ke ibuku, nggak boleh ngomong jelek tentang bapaknya anak-anak," tuturnya. Apa yang dikatakan Mia itu sejalan dengan saran psikolog Efnie Indrianie. Menurutnya, single mom dan single dad harus mampu mengontrol kata-katanya ketika membicarakan mantan pasangan. "Jangan menanamkan nada miring tentang figur ayah di hadapan anak. Kalaupun ayah negatif, biarkan ketika anak sudah dewasa menilai sendiri," ujar psikolog yang mengajar di Universitas Kristen Maranatha, Bandung itu saat berbincang dengan wolipop Kamis (7/6/2012).
  
5. Don'ts: Menyembunyikan Masalah
Budiana atau yang akrab Dian pernah melakukan kesalahan ini. Dia pernah bersembunyi dari masalahnya, saat harus menghadapi hari-hari di mana anaknya mengikuti suatu kegiatan di sekolah dan diperlukan kehadiran sosok ayah. Ibu seorang putra yang kini hampir berusia delapan tahun itu merasa dia harus menghadirkan kesempurnaan untuk anaknya. "Aku cari stunt man lah. Tapi setelah dipikir-pikir banyak jua yang ayahnya nggak datang. Saya aja yang bersembuyi di masalah saya, panik sendiri, padahal anaknya baik-baik saja," katanya. Dian juga mengisahkan, setelah buku The Single Mom dirilis, banyak wanita-wanita di kantornya yang kemudian mau membuka diri dan mengaku sebagai orangtua tunggal. "Mereka mengakui dengan membuka diri itu menyenangkan mereka. Ketika berhasil bercerita mereka senang," ujar wanita yang pernah menjadi managing editor majalah gaya hidup itu.

6. Do's: Selalu Libatkan Anak Dalam Pengambilan Keputusan 
Mia selalu berusaha mengikutsertakan anak-anaknya dalam pengambilan keputusan terutama untuk hal-hal yang berhubungan dengan mereka. Menurutnya cara itu efektif agar anak tidak merasa terpaksa saat menjalankan keputusan tersebut. "Aku melatih mereka menjadi anak-anak yang nggak cuma terima sebuah keputusan, tapi ngejalaninnya sambil ngedumel," kata ibu empat anak yang merupakan penulis skenario sinetron 'ABG' itu.

7. Do's: Satu Suara dengan Mantan Pasangan 
Pembagian waktu bertemu anak pastinya jadi hal yang tak mungkin dilewatkan ketika para single mom memutuskan berpisah dengan pasangannya. Ketika anak bersama ayahnya ini, menurut Ainun, mantan suaminya harus memiliki satu suara dengannya dalam beberapa hal. Misalnya saja dulu dia dan mantan suaminya sepakat untuk tidak memberitahu putri mereka kalau sang ayah sudah menikah lagi karena saat itu usia sang anak masih terlalu belia. "Supaya anak nggak bingung. Setelah sekarang sudah besar, sudah ngerti ya sudah," jelas Ainun.

sumber :http://wolipop.detik.com/read/2012/06/08/104552/1936078/857/dos-donts-jadi-ibu-yang-tak-bersuami?w992201835

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails